Foto: Siti Afidah. ©2015 Tentang Sumedang
Reporter: Irwan Setyabudi
Tentang Sumedang - Anak Buruh Tani Peraih IPK 3,84 di UIN Walisongo Gemar Ibadah | Selain perjuangan kerasnya selama kuliah, Siti Afidah (22) berkeyakinan doa dan hidup prihatin sederhana menjadi pedoman sehingga bisa meraih predikat sebagai wisudawati terbaik di UIN Walisongo, Kota Semarang, Jawa Tengah. Sehingga, sejak duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kendal, Afidah tidak pernah lupa menjalankan puasa sunah dan salat malam.
Dirinya sangat yakin, jika puasa Senin-Kamis serta salat malam dilakukan setiap waktu, membuat perjuangannya keras untuk menjadi mahasiswi terbaik akan dikabulkan Yang Maha Kuasa.
"Dari saat sekolah MAN Kendal sudah terbiasa salat malam dan puasa Senin-Kamis. Salat malam dampaknya besar. Kalau kita dekat dengan Allah, apa yang kita minta pasti dikasih jalan," tuturnya disela-sela mengajar baca tulis Alquran di balai depan Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Al Amna pimpinan Hj Siti Mariana Sofa tempat dia tinggal di Jalan Taman Jeruk ll A10 Nomor 23 A, Perumahan Jatisari Permai, Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (30/1).
Terbukti, sejak kelas X di MAN Kendal itulah, Afidah selalu meraih prestasi rangking pertama mulai dari kelas X sampai kelas XII.
"Kalau di kelas, saya selalu rangking satu. Tapi kalau satu sekolah naik turun yang pasti selalu ada di tiga besar urutan. Fluktuatif," selorohnya.
Selain doa, pola hidup sederhana dan apa adanya membuat Afidah tegar menjalani hidup dan sukses dalam pendidikan. Hobinya menjalankan a malam dan berpuasa sunah Senin-Kamis ini tidak menghalangi aktivitasnya selama menjadi mahasiswi di UIN Walisongo, Kota Semarang.
Dalam posisi berpuasa, Afidah masih tegar dan mampu mengikuti pendidikan kuliah hanya dengan berjalan kaki kemudian naik angkutan kota (angkot) minibus untuk menimba ilmu di kampus UIN Walisongo, Kota Semarang.
"Kalau kuliah ya tetap jalan kaki, naik angkot minibus jurusan Jrakah-Mijen. Jika kuliah usai saya biasakan diri untuk kembali ke pondok (ponpes) karena saya punya tanggung jawab mengajari anak-anak kecil untuk belajar membaca, menulis dan membaca Alquran seperti saat ini," tuturnya.
Pola hidup sederhana dan prihatin ini, ternyata datang dari orangtuanya sendiri. Hidup pas-pasan di rumahnya di Brangsong, Kendal, Jawa Tengah membuat Afidah bersemangat dan berjuang keras untuk meraih prestasi yang terbaik.
"Keteladanan utama ortu. Melihat kerja keras ortu dari kecil memelihara saya. Kemudian guru-guru yang mengajar di sini memberi semangat kami. Orang tua nggak ada berhentinya ke kita anaknya. Orangtua berikan yang kita minta mesti dikasih mesti dalam keterbatasan. Bukan membalas, tapi berusaha membahagiakan dan membuktikan berkat doanya alhamdulillah mampu," paparnya.
Selama kuliah, Afidah pun tidak pernah macam-macam, apalagi hidup bermewah-mewah. Baginya menjalani dan mengikuti pendidikan dengan baik adalah hal yang utama.
Apalagi, kedua orang tuanya yaitu ayahnya Baidhowi hanya lulusan SD. Sementara ibunya tidak lulus SD menjadikan motivasi Afidah untuk mengenyam dan meraih pendidikan setinggi-tingginya.
"Saya kulaih hanya kuliah. Setelah kuliah kegiatannya hanya di sini. Mengerjakan tugas tepat waktu dari dosen. Ndak rekoso. Soale dosen-dosennya juga pada enak, ngasih masukan ke kita. Apalagi ayah saya hanya lulus SD, ibu saya SD pun tidak tamat, kelas 3 SD langsung keluar karena kondisi ekonomi yang sangat terbatas," ujarnya.
Meski banyak godaan dari teman-teman kuliahnya yang lain, Afidah selalu memegang prinsip untuk berpola hidup tetap sederhana.
"Kalau saya tidak sreg dengan aneh-aneh, lebih baik saya tidak ke sana. Yang sesuailah di lingkungan yang membuat saya lebih baik lagi. Temen-temen gak ada sih, temen-temen di UIN baik-baik semua," pungkasnya.