Foto: TKI Siti Zaenab dipancung pemerintah Arab Saudi. ©blogspot.com
Reporter: Dudi Anggoro
Tentang Sumedang - Lembaga swadaya Migrant Care mendesak pemerintah mengusir Duta Besar Arab Saudi atas eksekusi mati TKI Siti Zaenab kemarin (14/4) di Jeddah. Mendiang buruh migran asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, itu ditahan 16 tahun atas kasus pembunuhan istri majikannya. Tapi LSM ini menyatakan Siti adalah korban ketidakadilan.
Direktur Migrant Care Anis Hidayah menyatakan Saudi telah melecehkan Indonesia. Apalagi jadwal eksekusi tak dikabarkan ke KJRI maupun keluarga Siti Zaenab.
"Sebenarnya Zainab merupakan korban penyiksaan majikan dan terpaksa membunuh karena membela diri. Sementara, bentuk hukuman bui selama 16 tahun juga merupakan bentuk penyiksaan karena menanti hukuman mati," ujar Anis dalam keterangan tertulis kepada merdeka.com, Rabu (15/4).
Atas semua pertimbangan itu, Migrant Care mendesak pemerintah tak sekadar memprotes Kerajaan Saudi. Dubes Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim al-Mubarok, perlu diusir.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pengusiran dubes tak pernah jadi pertimbangan pemerinta. Hukuman pancung yang diterima Siti Zaenab sudah sesuai kaidah hukum Negeri Petro Dollar itu.
"Ini kejadian yang sangat kita sesalkan namun demikian kita harus lihat bahwa ini merupakan keputusan yang diambil keluarga korban," kata jubir akrab disapa Tata itu.
Kemenlu pun mengklaim Pemerintah Saudi sudah berusaha menolong Zaenab. Misalnya, melobi keluarga korban agar bersedia menerima diyat (uang darah) maupun memaafkan TKI itu. Tapi keluarga berkukuh Zaenab harus dikenai qishas.
"Baik pemerintah Arab Saudi dan Indonesia berusaha keras untuk memfasilitasi agar kedua keluarga saling memaafkan. Jadi kita harus lihat konteksnya secara jernih dan terukur," kata Tata.
Kemarin, Pemerintah Indonesia menyampaikan protes kepada Pemerintah Arab Saudi karena tidak menyampaikan notifikasi kepada Perwakilan RI maupun kepada keluarga mengenai waktu pelaksanaan hukuman mati tersebut. Zaenab dipancung pada pukul 10.00 waktu Jeddah.
Siti Zaenab ditahan sejak 5 Oktober 1999 lantaran terlibat pembunuhan istri majikannya, yang bernama Nourah Binti Abdullah Duhem al Maruba.
Surat permohonan pengampunan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo tak digubris oleh pemerintah Negeri Petro Dollar itu.
Lobi melalui tawaran pembayaran diyat setara dengan Rp 2 miliar kepada keluarga korban juga tidak membuahkan hasil. Putra bungsu korban, Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, berkukuh tidak memaafkan Siti Zaenab. Alhasil eksekusi tetap dijalankan, sesuai keputusan pengadilan Jeddah pada 2013.