Foto: Jokowi soal KPK dan Polri. ©2015 Tentang Sumedang
Reporter: Rudi Hantanto
Tentang Sumedang - Beda Rekomendasi Tim 9 Jokowi dan Tim 8 SBY Soal Seteru KPK vs Polri | Masih ingat di benak masyarakat Indonesia, saat ramai kasus cicak melawan buaya pada tahun 2009 lalu. Cicak sebagai representasi dari KPK, sementara buaya dianalogikan dengan kepolisian.
Istilah cicak vs buaya mencuat pertama kali lewat ucapan Kabareskrim saat itu Komjen Pol Susno Duadji yang merasa teleponnya disadap KPK. "Cicak kok mau melawan buaya," kata Susno kala itu.
Saat itu, Susno diduga menerima uang Rp 10 M terkait penanganan kasus Bank Century. Namun hal itu sudah dibantah berkali-kali oleh Susno.
Kasus Cicak vs Buaya semakin heboh ketika Polri 'membalas' dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Mereka diduga menerima uang dari Anggoro Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu (SKRT). Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.
Cicak vs buaya semakin ramai lantaran mendapatkan banyak dukungan dari publik. Mulai para aktivis antikorupsi hingga masyarakat umum ramai-ramai mendukung KPK. Bahkan, muncul sejuta dukungan kepada cicak di dunia maya.
Akhirnya, setelah didesak oleh berbagai kalangan Kejaksaan Agung saat itu mengeluarkan depoonering, alias penghentian perkara demi kepentingan umum. Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah pun bebas dari segala tuntutan.
Depoonering yang dikeluarkan oleh Kejagung ini merupakan follow up dari rekomendasi Tim 8 yang dibentuk oleh Presiden SBY kala itu dalam menangani kasus Bibit Chandra vs Komjen Susno Duaji. Laporan akhir kerja Tim Delapan disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Selasa (17/11/2009).
Bagian yang paling menarik perhatian dalam laporan setebal 31 halaman ini adalah lima rekomendasi Tim Delapan setelah bekerja selama dua pekan.
Berikut salinan rekomendasi yang diajukan Tim Delapan saat itu:
1. Setelah mempelajari fakta-fakta, lemahnya bukti-bukti materiil maupun formil dari penyidik dan demi kredibilitas sistem hukum dan tegaknya penegakan hukum yang jujur dan obyektif serta memenuhi rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, maka proses hukum terhadap Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto sebaiknya dihentikan. Dalam hal ini, Tim Delapan merekomendasikan agar:
-Kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam hal perkara ini masih di tangan kepolisian.
-Kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam hal perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan, atau
-Jika kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum, perkara perlu dihentikan maka berdasarkan asas oportunitas, Jaksa Agung dapat mendeponir perkara ini.
2. Setelah menelaah problematika institusional dan personel lembaga-lembaga penegak hukum di mana ditemukan berbagai kelemahan mendasar maka Tim Delapan merekomendasikan agar Presiden melakukan: -
-Untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan dan sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan.
-Melanjutkan reformasi institusional dan reposisi personel pada tubuh kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tentu dengan tetap menghormati independensi lembaga-lembaga tersebut, utamanya KPK. Untuk mereformasi lembaga-lembaga penegak hukum tersebut di atas maka Presiden dapat menginstruksikan dilakukannya governance audit oleh suatu lembaga independen yang bersifat diagnostic untuk mengidentifikasikan persoalan dan kelemahan mendasar di tubuh lembaga-lembaga penegak hukum.
Jika dua rekomendasi di awal menunjukkan hubungan langsung dengan kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah serta penanganannya oleh Polri dan Kejagung, tiga rekomendasi terakhir berbicara soal pembersihan mafia peradilan atau makelar kasus serta penuntasan kasus-kasus lain yang terkait, berikut lanjutan salinannya:
3. Setelah mendalami betapa penegakan hukum telah dirusak oleh merajalelanya makelar kasus yang beroperasi di semua lembaga penegak hukum maka sebagai shock therapy, Presiden perlu memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus di dalam semua lembaga penegak hukum termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat, dimulai dengan pemeriksaan secara tuntas dugaan praktik mafia hukum yang melibatkan Anggodo Widjojo dan Ary Muladi oleh aparat terkait.
4. Kasus-kasus lainnya yang terkait seperti kasus korupsi PT Masaro, proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lucas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century serta kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan hendaknya dituntaskan.
5. Setelah mempelajari semua kritik dan input yang diberikan tentang lemahnya strategi dan implementasi penegakan hukum serta lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga penegak hukum maka Presiden disarankan membentuk Komisi Negara yang akan membuat program menyeluruh dengan arah-arah dan tahapan-tahapan yang jelas untuk pembenahan-pembenahan lembaga-lembaga hukum, termasuk organisasi profesi advokat, serta sekaligus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga hukum lainnya untuk menegakkan prinsip-prinsip negara hukum, due process of law, hak-hak asasi manusia, dan keadilan.
Menghadapi kasus yang sama, yakni perseteruan KPK vs Polri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga membentuk tim yang berjumlah sembilan orang. Tim 9 yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo atau yang juga disebut tim independen, cuma tiga hari bekerja.
Hasilnya, mereka mengeluarkan lima rekomendasi yang bersifat umum. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan tim 8 yang dibentuk SBY yang berisi rekomendasi yang lebih mengerucut.
Tim Independen yang berjumlah 9 tokoh kemarin telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Mereka menyampaikan 5 butir rekomendasi atau pertimbangan kepada Jokowi soal kisruh KPK vs Polri.
"Kami sebagai Tim Konsultatif Independen yang diminta masukan pendapat oleh presiden akan menjadi mitra yang siap memberikan masukan kepada presiden terkait kemelut hubungan antar lembaga penegak hukum," kata Syafii Maarif didampingi 8 anggota Tim Independen lainnya saat konpres di Kantor Setneg, Jakarta, Rabu (28/1) kemarin.
Syafii menegaskan, Tim Independen telah mengumpulkan data dan informasi terkait kisruh antara KPK dan Polri. Dan hari ini, Tim Independen telah diundang presiden untuk memberikan masukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan dua hari belakangan ini.
Berikut 5 butir rekomendasi Tim Independen kepada Presiden Jokowi untuk menjadi pertimbangan:
1. Presiden seyogyanya memberi kepastian terhadap siapapun penegak hukum yang berstatus sebagai tersangka untuk mengundurkan diri dari jabatannya atau tidak menduduki jabatan selama berstatus sebagai tersangka demi menjaga marwah institusi penegak hukum baik KPK maupun Polri.
2. Presiden seyogyanya tidak melantik calon Kapolri dengan status tersangka dan mempertimbngkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri agar institusi Polri segera dapat memiliki Kapolri yang definitif.
3. Presiden seyogyanya menghentikan segala upaya yang diduga kriminalisasi terhadap personil penegak hukum siapapun, baik KPK maupun Polri dan masyarakat pada umumnya.
4. Presiden seyogyanya memerintahkan kepada Polri maupun KPK untuk menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etik profesi yang diduga dilakukan oleh personil Polri maupun KPK.
5. Presiden agar menegaskan kembali komitmennya terhadap pemberantsan korupsi dan penegakan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas.