Breaking News
Join This Site
Segera Disidang, Bupati Bonaran Malah Mengaku Senang

Segera Disidang, Bupati Bonaran Malah Mengaku Senang

Segera Disidang, Bupati Bonaran Malah Mengaku Senang


Foto: Bonaran ditahan KPK. ©2014 Tentang Sumedang

Reporter: Sarah Puspita


Tentang Sumedang - Segera Disidang, Bupati Bonaran Malah Mengaku Senang | Berkas perkara Bupati non-aktif Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, hari ini dilimpahkan dari penyidik kepada jaksa penuntut umum. Tak lama lagi, tersangka kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Bupati Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi bakal diajukan ke meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.


Bonaran mengatakan hal itu selepas menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/1). Dia malah terlihat gembira tak lama lagi bakal menjalani persidangan.


"P21. Sidangnya ya di sini dong, masa di Tapteng. Kita sih senang-senang saja bahwa perkara ini berjalan," kata Bonaran.


Bonaran juga tetap berkeras tidak pernah menyogok mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Muhammad Akil Mochtar. Dia juga berdalih tidak pernah mengenal Akil.


"Pembelaannya tak pernah kita lakukan itu. Saya enggak kenal Akil. Gimana kita bisa nunjuk orang yang enggak dikenal. Akil Mochtar bukan hakim perkara pilkada Tapteng, buat apa disuap?" Ujar Bonaran.


Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bonaran sebagai tersangka suap sengketa pemilihan kepala daerah Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi. Dia disangkakan menyuap mantan Ketua MK, Mohammad Akil Mochtar, sebesar Rp 1,8 miliar supaya mengubah putusan sengketa.


Dari keterangan dalam persidangan Akil, Bonaran dan adiknya, advokat Tomson Situmeang, menyangkal memberikan duit sogok itu melalui Bank BNI 46 cabang Rawamangun, Jakarta Timur. Tetapi anehnya, kolega Bonaran dan Tomson, yakni anggota DPRD Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani, dan anggota Polri Daniel Situmeang, justru mengakui menerima kiriman duit sogok buat Akil di depan hakim.


Bonaran dijerat dengan pasal penyuapan terhadap hakim. Yakni Pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Ancaman hukuman maksimalnya adalah pidana penjara selama 15 tahun, ditambah pidana denda maksimal sebesar Rp 750 juta.