Foto: Blokir situs. ©2014 Randomwire.com
Reporter: Rudi Hantanto
Tentang Sumedang - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pemblokiran terhadap 19 situs Islam mengandung ajaran radikal. Hal itu merupakan tindak lanjut dari laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menilai situs tersebut meresahkan masyarakat.
Aliansi masyarakat sipil bernama Sahabat untuk Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA) mengatakan, pemblokiran yang dilakukan pemerintah merupakan perbuatan sewenang-wenang. Keputusan pemblokiran itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
"Kami menentang pemblokiran sewenang-wenang tanpa proses hukum yang adil, apalagi pemblokiran situs tanpa adanya perintah dari pengadilan. Pemblokiran situs internet tanpa pengaturan yang jelas dan transparan akan membawa konsekuensi yang besar terhadap adanya kemungkinan kesalahan pemblokiran," kata salah satu anggota Anggara Suwahju, dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (31/3).
Peneliti Institute Criminal Justice Reform (ICJR) ini mengatakan, aturan pemblokiran harus memiliki dasar acuan hukum yang benar. Menurutnya Peraturan Menkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif tidak cukup sebagai dasar pemblokiran.
"Seharusnya, Kementerian Kominfo tidak menggunakan peraturan atau dasar hukum yang sedang diuji di Mahkamah Agung, sebagai dasar untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs internet ini. Peraturan Menteri yang digunakan ini kan masih dalam pengujian oleh Mahkamah Agung," ujarnya.
Dirinya menambahkan, saat ini Kominfo telah salah menjalankan fungsinya. Mereka dinilai bertindak seolah-olah sebagai aparat penegak hukum.
"Peraturan Menterinya yang salah. Karena menempatkan Kemenkominfo sebagai aparat penegak hukum. Seharusnya Kominfo ini paham perannya sebagai apa," pungkasnya.