Breaking News
Join This Site
Gadis Manis di Bandung Ini, Hidupi Nenek & Ayahnya Dengan Kasidahan

Gadis Manis di Bandung Ini, Hidupi Nenek & Ayahnya Dengan Kasidahan

Gadis Manis di Bandung Ini, Hidupi Nenek & Ayahnya Dengan Kasidahan



Foto: Dewanti Rustini Putri. ©2015 Tentang Sumedang


Reporter: Benny Wijaya





Tentang Sumedang - Waktu tepat menunjukkan pukul 13.30 WIB. Dewanti Rustini Putri, gadis asal Kabupaten Bandung itu baru saja pulang sekolah, di SMP MTS Al-Amal, Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu.



Sesekali dia terlihat menyeka keringat di wajahnya yang manis. Gadis yang akrab disapa Wanti itu terlihat cukup lelah. Dia langsung bergegas menyimpan gembolan tas yang sudah kusam. Kerudungnya disimpan rapi di kursi yang lapuk.



Wanti, saban harinya harus sekolah dengan berjalan kaki yang jaraknya sekitar 500 meter. Jalan ke sekolah harus melewati liku dan menanjak.







"Iya baru pulang sekolah, terus tadi ke rumah teman dulu abis main sebentar," tutur Wanti polos kepada Tentang Sumedang, saat ditemui di kediamannya, Jumat (20/3).



Gadis kelahiran 13 Juli 2001 silam itu langsung menghampiri nenek tercintanya Omih (85). Tubuhnya terbaring lemas di ruang tengah. Omih tidak bisa duduk sempurna lantaran pernah jatuh di halaman rumahnya tiga tahun lalu.



Wanti terlihat sangat menyayangi sang nenek yang memang sudah ikut mengurusnya sejak kecil. Tidak lupa, Wanti juga menanyakan kondisi bapaknya Iwan Riswanto (42) setiba di rumah. Kini Iwan tak bisa berbuat banyak, lantaran kondisi fisik yang kerap sakit saat harus kerja keras.



"Saya belum bisa kerja, karena kalau harus kerja keras, kepala saya suka pusing berat," ungkap Iwan.



Iwan sudah berpisah dengan istrinya sejak empat tahun lalu. Bahtera rumah tangga yang dijalinnya kandas. Iwan memutuskan untuk mengurus Wanti anak keduanya. Sedangkan kakak dan adik Wanti dibawa istrinya.



"Sekarang saya di rumah saja mengurusi Wanti, ibu saya (Omih), saya hanya bisa jaga ibu saya saja sambil mengerjakan pekerjaan rumah, karena kalau kerja saya suka sakit," jelasnya.







Iwan sempat bekerja di percetakan sebelum memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di kaki bukit Gunung Tilu tersebut. Tabungannya yang menyusut membuat dia harus memutar otak untuk bisa menghidupi keluarga kecilnya. Tapi apa daya kondisinya tidak memungkinkan.



Iwan hidup hanya didapat dari belas kasihan kakaknya yang bekerja di Jakarta. "Satu bulan dikirim Rp 500 ribu, kalau ada kadang Rp 1juta. Ya dicukup-cukupi saja," jelasnya.



Namun seberkas sinar itu hadir dari Wanti. Bakat menyanyi kasidah yang dimilikinya membawa berkah untuk keluarga kecilnya. Meski bukan penghasilan tetap, tapi sesekali dia bisa meringankan beban hidup orang tuanya.



Tak jarang bersama grup kasidahnya, Wanti tampil dari masjid ke masjid. "Ya lumayan suka tampil-tampil, kadang suka ada untuk jajan, kalau lebaran ada THR," papar Wanti.



Tidak ada keluh di wajahnya. Dia menjalani hidup dengan penuh semangat. Jika kebanyakan seusianya harus menghabiskan waktu untuk bermain, tapi Wanti sadar, beban di rumahnya juga cukup berat. Waktu harus dia bagi.



"Ya harus mencuci baju, terus bantu nenek kalau misalkan ingin ke air atau makan," kisahnya. Semua itu dimaksudkan agar neneknya bisa tetap sehat dengan segala keterbatasannya. "Yang penting nenek dan bapak sehat dulu."



Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB. Wanti pun berpamitan untuk latihan kasidahan.



"Biasanya sampai pukul 16.30 saya latihan nyanyi kasidahan," imbuhnya yang bermimpi untuk menjadi penyanyi kasidah.



Usai pulang latihan, barulah Wanti menyempatkan bermain dengan temannya. "Pulangnya suka ikut nonton televisi di rumah temen. Karena di rumah enggak ada kan, cuma ada radio," paparnya.



Sebelum berangkat berlatih Wanti memijat tangan neneknya dan sungkem kepada bapaknya.