Breaking News
Join This Site
Megaproyek Listrik 35.000 MW Jokowi Mustahil Terealisasi Cepat

Megaproyek Listrik 35.000 MW Jokowi Mustahil Terealisasi Cepat

Megaproyek Listrik 35.000 MW Jokowi Mustahil Terealisasi Cepat



Foto: PLTU Muara karang. Tentang Sumedang


Reporter: Rudi Hantanto





Tentang Sumedang - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggadang-gadangkan bakal membangun sejumlah pembangkit berkapasitas total 35.000 megawatt (MW) dalam masa jabatannya. Namun, hal itu dinilai segelintir pihak tidak mungkin terealisasi cepat.



Dewan Penasehat Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Herman Darnel Ibrahim mengungkapkan idealnya pasokan listrik 35.000 MW bakal terpenuhi di 2020. "Idealnya (tahun) 2020," ujar Herman dalam diskusi Energi Kita yang diselenggarakan Merdeka.com, RRI, IJTI, dan IKN di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/3).



Selain proses pembangunan pembangkit yang memakan waktu cukup lama, kondisi politik dalam negeri yang kerap gaduh menambah kendala terealisasinya megaproyek tersebut.



"Selesaikan bangun PLTU saja 4 tahun, belum termasuk cari uangnya, tender terus kontrak. Enggak mungkin selesai tahun 2019," tuturnya.



Seperti diketahui, guna merealisasikan megaproyek listrik 35.000 megawatt, Presiden Jokowi berencana menggenjot pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang.



Rencana Presiden Jokowi ini sebetulnya bukan barang baru. Kenapa?



Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah telah memberikan sejumlah insentif untuk menggenjot minat pembangunan PLTU Mulut Tambang.



Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, pemberian insentif tersebut dilakukan untuk mempercepat pembangunan PLTU tersebut. Saat ini baru PT Bukit Asam yang melakukan pembangunan PLTU di mulut tambang.



"Akan kita berikan insentif tertentu yang ingin membangun PLTU di mulut tambang," ujar Thamrin dalam acara coffee morning di Kantornya, Jakarta.



Selain memberi insentif, lanjut dia, pemerintah juga akan membentuk payung hukum untuk memastikan listrik yang dihasilkan dari PLTU tersebut akan dibeli oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan harga yang pantas. "PLN sudah menyatakan akan membeli listriknya," tegas dia.



Sementara itu, guna membantu pelayanan teknis di tambang mineral dan batubara, Kementerian ESDM akan membentuk tujuh cluster yang tersebar di wilayah-wilayah pertambangan batubara seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa-Bali, dan Papua.



Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia memang menilai guna mengantisipasi kekurangan pasokan minyak untuk pembangkit listrik, pemerintah harus secepatnya mengalihkan bahan bakar produksi listrik pada batubara. Salah satunya memperbanyak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang.



"Kebijakan tersebut harus diikuti dengan peningkatan batubara nasional. Saat dalam negeri punya cadangan 28 miliar ton," ujar Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Irwandi Arif di Hotel Sultan, Jakarta.



Dia menegaskan batu bara harus jadi energi, bukan hanya komoditas, hal ini bisa mendukung peningkatkan rasio elektrifikasi.