Breaking News
Join This Site
Pakai Daster, PRT Semarang Tagih Jokowi Sahkan UU Perlindungan PRT

Pakai Daster, PRT Semarang Tagih Jokowi Sahkan UU Perlindungan PRT

Pakai Daster, PRT Semarang Tagih Jokowi Sahkan UU Perlindungan PRT



Foto: Demo PRT Semarang. ©2015 Tentang Sumedang


Reporter: Benny Wijaya





Tentang Sumedang - Puluhan Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang tergabung dalam Serikat PRT Merdeka Semarang menggelar unjuk rasa di Bundaran Air Mancur Kawasan Jalan Pahlawan Kota Semarang, Jawa Tengah Minggu (22/3) pagi.



Dalam aksi yang digelar di pengujung acara Car Free Day di Kota Semarang itu, mereka menagih janji Presiden Jokowi yang sampai saat ini belum menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT.



"Kami mengingatkan kepada Presiden Jokowi dan Wapres JK yang saat sebelum menjadi presiden dan wakil presiden berjanji akan mengesahkan RUU Perlindungan PRT. Padahal saat kampanye Pilpres kami juga memberikan dukungan dengan mentransfer KOIN TRITULA PRT yang kami galang dari uang PRT. Janji tersebut juga tertuang dalam visi misi Jokowi- JK bernama Nawacita saat pilpres pada halaman 13 dan 33," tegas Koordinator Aksi Nurkhasanah dalam orasinya Minggu (22/3) pagi tadi.



Nur mengungkapkan pentingnya RUU Perlindungan PRT merupakan kebutuhan mendasar. Selain meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendukung dan membuat peraturan Gubernur, juga mendesak dan mengingatkan kepada DPR RI, Pemerintah dan Presiden RI.



Selain itu, Serikat PRT Merdeka Kota Semarang ini juga menyatakan lima tuntutan mereka adalah; pertama menuntut pemerintah dan DPR RI menetapkan RUU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 189 Situasi Layak Kerja PRT dalam Prioritas Prolegnas 2015 dan segera melakukan pembahasan.



"Kemudian kedua menuntut Presiden RI Jokowi untuk mengawal segera dibahas dan disahkan kedua peraturan tersebut. Ketiga, meminta Gubernur Provinsi Jateng Ganjar Pranowo untuk mendukung dan mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat mengesahkan undang-undang tersebut," teriak Nurkhasanah dalam orasinya.



Lalu, meminta Gubernur Propinsi Jateng Ganjar Pranowo menyikapi Permen Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT dan segera membuat Peraturan Gubernur (Pergub) untuk melindungi PRT dan Standart Upah Layak PRT di Propinsi Jateng.



"Kemudian terakhir, mensosialisasikan kepada masyarakat Jateng khususnya Kota Semarang bahwa PRT adalah Pekerja Rumah Tangga berhak atas hak-haknya sebagai pekerja dan situasi kerja layak PRT," ucapnya.



Nur mengungkapkan sejak Oktober 2014, Serikat PRT Merdeka Kota Semarang bersama JALA PRT dan berbagai ormas sipil sudah mengajukan dan mendesak DPR khususnya Komisi IX dan Baleg untuk menetapkan RUU PRT dan Konvensi ILO 189 sebagai Prioritas Prolegnas 2015.



Nurkhasanah mengungkapkan, desakan tersebut semakin kuat ketika bulan November masyarakat dikejutkan oleh terjadinya kasus kekerasan terhadap sejumlah PRT. Kekerasan dan penyiksaan terjadi di Medan Timur untuk ketiga kalinya sejak tahun 2011. Kemudian pada saat bersamaan beruntun terjadi kasus PRT di Tangerang Selatan dimana PRT Nuryati selama 5 bulan disiksa majikanya dengan hanya digaji Rp 300 ribu saja dan tidak dibayar.



Kemudian kekerasan terhadap PRT Sri Dewi di Medan yang disekap majikanya, kekerasan terhadap Rohayati di Bekasi yang mengalami siksaan dan penyekapan selama setahun terakhir ini. Lalu pada 20 Desember 2014, tiga PRT Yani, Casti dan Resti dianiaya oleh majikanya di Sunter, Jakarta.



"Sementara di Kota Semarang, beberapa kasus sering terjadi seperti gaji tak layak, pemotongan gaji secara sepihak, tidak ada hari libur mingguan, cuti tahunan, jaminan kesehatan, kebebasan berorganisasi berserikat, tidak ada perjanjian kerja tertulis. Bahkan PRT yang menginap kerjanya hampir 24 jam artinya siap siaga kapanpun majikan membutuhkan. Sementara PRT part time saat bekerja dilarang memakai baju yang bagus dan membawa tas alasanya takut kalau ada barang-barang milik majikan hilang. Hal ini tentu kami rasa diskriminatif dan tidak adil," ungkapnya.



Nurkhasanah menyatakan bahwa sampai saat ini profesi PRT belum dihargai. Di Jawa Tengah sendiri, merupakan wilayah terbesar jumlah PRT-nya pada urutan ke 4 setelah Jawa Timur.



"Kasus yang menimpa PRT sering tidak terpublikasi karena PRT ini tidak memiliki akses untuk melaporkan kasusnya. Ada juga banyak yang mandeg di kepolisian. Kami juga pernah berdialog dengan Dismakertrans. Alasan mereka sama, PRT tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013 tahun 2003. Maka untuk itu PRT harus memiliki Undang-undang tersendiri," pungkas Nurkhasanah.



Usai melakukan orasi bersama-sama dengan iringan musik dari berbagai peralatan rumah tangga seperti kuali, panci, wajan, ember, sapu dan lain-lainya yang ditabuh, puluhan PRT kemudian duduk-duduk sambil membagikan brosur dan leaflet yang berisi tuntutan mereka.