Breaking News
Join This Site
Cerita Mbah Jirah Muda Jalan Kaki 25 Km Untuk Jualan Bambu

Cerita Mbah Jirah Muda Jalan Kaki 25 Km Untuk Jualan Bambu

Cerita Mbah Jirah Muda Jalan Kaki 25 Km Untuk Jualan Bambu



Foto: Nenek Jirah di lereng Merapi. ©2015 Tentang Sumedang


Reporter: Dudi Anggoro





Tentang Sumedang - Hujan yang akhir-akhir ini selalu mengguyur Yogyakarta membuat udara semakin dingin di malam hari. Namun rasa dingin tersebut tidak membuat Mbah Jirah (90) resah.



Hawa dingin menyusup lewat dinding gubuknya yang hanya terbuat dari spanduk bekas dan berlubang dibeberapa bagian tidak membuat tidurnya terusik.



"Sudah biasa, saya tidur disembarang tempat bisa," kata nenek yang hidup dengan seekor anjing bernama Semut tersebut.



Ranjang bambu yang hanya beralas tikar baginya sudah cukup nyaman untuk merebahkan badannya yang renta. Dia bahkan tidak mengeluhkan banyaknya nyamuk yang menyerangnya di malam hari.



"Nggak kerasa lagi digigit nyamuk, lha setiap malam saya tidurnya di sini," ujarnya.



Dia bersyukur gubuknya tersebut tidak lagi bocor saat hujan deras. Jika bocor dia terpaksa mengungsi ke rumah tetangganya seperti saat erupsi Merapi pada 2010 lalu.



"Ya ngungsi, ini yang membuatkan rumah bagus nggak bocor, pas merapi meletus ya banyak abu, ada bocor, jadi ngungsi," ungkapnya.



Mbah Jirah selama ini tinggal bersama Semut di gubuknya yang terletak diantara kebun salak di lereng Merapi. Sehari-harinya dia berkebun untuk mencukupi kebutuhannya. Terkadang beberapa tetangganya juga memberikan makanan untuknya dan juga Semut.



"Kadang diberi beras sekilo atau dua kilo sama tetangga, tapi itu nggak tentu, saya ya masak sendiri," tandasnya.



Saat muda, dia berjalan kaki dari rumahnya di Turgo ke pasar Godean yang jaraknya 25 km untuk berjualan Jambu Klutuk.



Mbah Jirah mengatakan dulunya kebun Salak di sekitar rumahnya adalah kebun Jambu. Setiap minggunya dia memanen Jambu dan menjualnya ke pasar sesuai dengan tanggal pasaran Jawa.



"Saya jalan kaki ke pasar Godean jualan Jambu, kalau pas ada kol (mobil angkut) sayur saya numpang, terus jalan lagi," katanya.



Namun setelah kebun Jambu berganti kebun Salak, dia tidak lagi berjualan ke pasar. Dia hanya bekerja di ladang dan mencari sayur-sayuran untuk kebutuhannya sehari-hari.



"Kalau sekarang sudah tua, jalan saja pakai tongkat, kalau dulu masih Jambu ya ke pasar, terus sekarang ganti Salak. Nanam Salak kok malah nggak berbuah," ungkapnya.



Musiman, salah seorang tetangga Mbah Jirah mengatakan selama ini pihak pemerintah juga sudah menyalurkan BLSM untuk Mbah Jirah, namun setelah itu Mbah Jirah malah memberikan uang BLSB kepada Musiman.



"Dia nggak tahu uang, dapat bantuan itu dititip kepada saya, sampai sekarang uangnya ya ada, nggak saya belikan apa-apa," katanya.